Kanada, AS, Uni Eropa prihatin mengenai kekerasan dalam Myanmar

admin

Kanada, AS, Uni Eropa prihatin mengenai kekerasan di Myanmar

Washington – Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa serta sekutu lainnya menyatakan keprihatinan mendalam berhadapan dengan meningkatnya kekerasan ke Myanmar, menurut pernyataan dengan negara yang dimaksud dirilis pada Jumat.

Departemen Luar Negeri Kanada menyampaikan Australia, Kanada, Uni Eropa, Korea Selatan, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Inggris, lalu Amerika Serikat, sangat prihatin dengan peningkatan konflik di Myanmar juga khususnya dampak yang mana diderita oleh warga sipil.

Pembaruan konflik, menurut negara-negara tersebut, memperburuk serta merusak hak asasi manusia dan juga memperparah krisis kemanusiaan dalam seluruh negeri Myanmar. 

Pada Kamis (23/5), Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan Mekanisme Investigasi Independen untuk Myanmar memantau dengan saksama eskalasi konflik pada Negara Bagian Rakhine, pesisir barat Myanmar.

Pemantauan itu dijalankan PBB untuk memandang apakah kejahatan terhadap kemanusiaan dilaksanakan selama konflik dalam negara itu.
 
Dalam pernyataan sama-sama mereka, negara-negara yang disebutkan mengungkapkan keprihatinan merekan menghadapi dugaan pembatasan pengiriman bantuan kemanusiaan lalu meningkatnya total orang yang terluka sipil yang terbunuh oleh ranjau darat.

Baca Juga :  Pemadaman Listrik Darurat Terwujud ke Seluruh negeri Ukraina Imbas Serangan Rusia

Selain itu kegelisahan merek terkait penerapan peraturan perundang-undangan 2010 oleh pemerintah militer, yang mana mereka yakini bertujuan untuk memecah belah komunitas kemudian membuat kekerasan berbasis etnis pada negara tersebut.

Menurut pernyataan itu, mereka itu menuntut harus adanya akuntabilitas berhadapan dengan kekejaman yang mana dijalankan di dalam Myanmar.

Selain itu, negara-negara harus menjaga dari atau menghentikan aliran senjata atau peralatan militer kemudian substansi kegunaan ganda, di antaranya materi bakar penerbangan ke militer Myanmar.

Pada Februari 2021, militer merebut kekuasaan dalam Myanmar menggunakan mekanisme konstitusional untuk pengalihan kekuasaan pada situasi darurat.

Mereka menangkap pejabat pemerintah, menuduh mereka itu melakukan kecurangan pada pemilihan umum, kemudian kemudian menunjuk pemerintahan baru.

Namun, pengambilalihan militer menyebabkan kerusuhan sipil besar-besaran yang mengakibatkan perlawanan bersenjata meluas.

Baca Juga :  Prancis lancarkan operasi besar-besaran di dalam Kaledonia Baru

Pihak oposisi membentuk pemerintahan alternatif bawah tanah yang tersebut terdiri dari persatuan nasional.

Oposisi yang disebutkan mencakup mantan anggota partai terkemuka Kejuaraan Nasional untuk Demokrasi dan juga perwakilan kekuatan urusan politik etnis yang menyerukan konfrontasi bergerak dengan pemerintah militer.

Sumber: Sputnik 

 

RI inisiasi pembentukan mekanisme Troika atasi konflik Myanmar

Artikel ini disadur dari Kanada, AS, Uni Eropa prihatin soal kekerasan di Myanmar

Baca Juga

Bagikan:

Tinggalkan komentar